Guitar Instrumental

Jumat, 14 Maret 2014

Upacara Adat Kenduri Sko: Jati Diri Masyarakat Melayu Kuno yang Tak Terlupakan

Upacara Kenduri Sko merupakan upacara adat yang dilakukan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang telah didapat masyarakat. Di dalamnya juga terdapat acara penurunan dan pembersihan pusaka nenek moyang serta pengangkatan para pemimpin adat. Pelaksanaan Kenduri Sko ini digelar dengan waktu yang berbeda oleh setiap masyarakat yang berada dalam kelurahan tertentu di Kabupaten Kerinci. Pada 23 Juni 2013, penulis berkesempatan melihat langsung prosesi upacara di Kelurahan Koto Renah. Acara ini melibatkan seluruh anggota masyarakat—termasuk penulis sebagai anggota masyarakat Koto Renah. Persiapan acara sudah dilakukan sejak berbulan-bulan sebelumnya, yakni mempersiapkan bahan lemang (makanan khas terbuat dari ketan yang dibakar di dalam bambu), persiapan sesajian untuk ritual menghormati leluhur, persiapan tari-tarian, persiapan nyanyi-nyanyian sakral, dekorasi Umah Gedang (rumah adat), persiapan ninik mamak dan lembaga adat, persiapan pencak silat dan pantun sebagai ciri khas budaya Melayu, serta persiapan pentas atau panggung di sepanjang jalan kelurahan Koto Renah. Upacara ini memakan biaya yang cukup besar, biasanya dikumpulkan dari hasil sumbangan seluruh anggota masyarakat.

          Setelah persiapan upacara cukup, acara puncak dilakukan semalam suntuk pada tanggal 22 Juni 2013 hingga sore hari tanggal 23 Juni 2013. Pada malam hari (22 Juni 2013), digelar tari-tarian dan nyanyian sakral. Di Umah Gedang telah tersaji berbagai macam bentuk sesajian untuk menghormati roh leluhur. Sesajian itu terdiri atas lemang, nasi ibek (nasi yang dibungkus dengan daun pisang), telur rebus yang diletakkan di atas nasi ibek, kemenyan, wewangian bunga mawar-melati, limau puhauk (jeruk purut), pisang, dan beraneka lauk-pauk yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Pada malam ini pula diturunkan benda-benda pusaka untuk dimandikan dengan air suci. Oleh para sesepuh adat, benda-benda pusaka itu dibuka satu persatu, dibersihkan dan dipertontonkan kepada masyarakat sambil menceritakan asal usul sejarahnya. Acara dilanjutkan dengan tarian dan nyanyian sakral yang sarat dengan unsur magis. Di dalam proses ini, ada seorang pemimpin yang disebut dengan Ninek Ngah.  Ninek Ngah merupakan gelar yang diberikan oleh adat bagi seseorang yang tahu dengan jelas seluk-beluk Kenduri Sko, biasanya ia adalah wanita yang dituakan di kampung. Ninek Ngah mempunyai kemampuan menari dan menyanyi yang tinggi, serta memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan roh nenek moyang. Menurut kepercayaan setempat, upacara tarian dan nyanyian ini diakhiri dengan kesurupan Ninek Ngah berikut juga dialami oleh kebanyakan penonton yang memiliki hubungan batin yang kuat dengan leluhurnya.

      sesajian untuk roh nenek moyang

pemandian pusaka

penonton seluruh warga desa

    Ninek Ngah mengenakan baju hijau

     salah satu warga yang kesurupan

      Pada malam puncak, tidak henti-hentinya Ninek Ngah menyanyikan lagu sambil menari mengelilingi sesajian inti. Lagu-lagu yang dinyanyikan bervariasi, mulai dari lagu-lagu daerah, lagu-lagu pemujaan, hingga mantra-mantra yang maknanya kebanyakan tidak diketahui oleh masyarakat setempat. Mantra itu tidak dinyanyikan dengan bahasa daerah, tetapi dengan bahasa Melayu Kuna yang sulit ditangkap bunyinya bagi orang yang tidak biasa mendengar. Oleh karena itu, penulis tidak dapat menulis ulang mantra yang dinyanyikan tersebut. Namun, ada beberapa lagu daerah yang berhasil penulis rekam. Berikut bunyinya:

Lagu 1:      Aeh guru kanti sijalan
aeh tuan kanti sidirin
belum jatuh ku sambutlah
maih aman maih ku sambut
kusambut munjari aluh
kujawat dengan lidah mimpi
dapat ari simalam ini
kito nak aseak mamintak
mintak lamat pengaruh abu
mintak lamat pengaruh umah
Lagu 2:      Dangealah kamai ae
                  Ranok janton dibutino haiala
                  Tuhang kasawoh
                  Ala yamulae, ranok janton dibutino
                  Ala yamulae

                  Mahai dibusamo ae
                  Dimumbangun Kincai haiala
                  Duseunglah kito
                  Ala yamulae, ranok janton dibutino
                  Ala yamulae
      Pada saat menyanyikan lagu-lagu daerah ini, ada iringan musik yang terdiri atas gendang dan rebana. Pemain musik menggunakan baju adat lengkap, yakni pakaian lita berwarna hitam berbenang emas. Beberapa orang Ninik Mamak melakukan penghormatan terhadap leluhur sambil membaca doa.

Ninik Mamak mengucapkan syukur

pemain musik mengenakan baju
adat lengkap

   Untuk mengangkat Permanti dan Mangku harus memotong kambing satu ekor dan menghanguskan beras dua puluh gantang. Hewan yang dipotong seperti kerbau, kambing dimasak menjadi gulai. Beras dimasak menjadi nasi dan dibungkus dengan daun pisang dan dibentuk segi empat (dalam bahasa kerinci disebut nasi ibat). Semuanya dihidangkan untuk dimakan bersama-sama (kenduri).

  Prosesi Kenduri Sko dilingkup wilayah Depati nan Bertujuh Sungai Penuh dilaksanakan sesuai adat istiadat yang berlaku. Adat yang bersendi syarak – syarak bersendi kitabullah. Adat lamo pusako usang yang tidak lapuk kena hujan – tidak lekang kena panas sejak dahulu sampai sekarang. Setiap tahapan prosesi yang dilaksanakan mempunyai nilai-nilai yang sakral.

penonton acara

Pada pukul 08.00 di tanggal 23 Juni 2013, semua masyarakat berkumpul di Umah Gedang untuk mempersiapkan perhelatan akhir. Perhelatan ini dihadiri oleh Walikota Sungai Penuh beserta wakil, para pejabat daerah, tamu undangan, kaum cerdik pandai, serta masyarakat dari berbagai kelurahan. Pada hari itu, acara-acara berunsur mistis tidak perlu ditampilkan lagi, tetapi lebih menekankan unsur seni hiburan. Adapun rangkaian acaranya adalah pencak silat, tari persembahan, tari massal, dsb. Pencak Silat adalah seni bela diri dengan menggunakan dua mata pedang. Pencak silat ini dimainkan oleh sepasang anak jantan yang masing-masing memegang satu pedang. Mereka mempertontonkan keahlian bermain senjata tajam. 

pertunjukan pencak silat

            Tari Persembahan, Tari Persembahan adalah tari untuk menyerahkan sekapur sirih kepada para petinggi-petinggi daerah yang hadir, Depati nan Bertujuh, Permanti nan Sepuluh, Mangku nan Baduo serta Ngabi Teh Santio. Selain itu, sirih juga diserahkan kepada calon Depati, Ngabi, Permanti dan Mangku yang akan dinobatkan menjadi pemangku adat yang baru.


Tari Persembahan

 Tari Massal merupakan tarian yang ditata sedemikian rupa dan khusus dipergelarkan untuk acara-acara helatan besar. Tarian ini ditata dengan konfigurasi menggambarkan keadaan geografis Kerinci yang berbentuk kawah (landai). Gerakan yang ditarikan merupakan gerak-gerak tari tradisional Kerinci, seperti Tari Rangguk dan Tari Iyao-yao. Tari Rangguk merupakan tarian daerah Kerinci yang populer. Tarian ini ditarikan oleh beberapa gadis remaja sambil memukul rebana kecil. Tarian ini diiringi dengan nyanyian sambil mengangguk-anggukkan kepala seakan memberikan hormat. Tari Rangguk dilakukan pada acara-acara tertentu seperti menerima kedatangan Depati (tokoh adat Kerinci), tamu dan para pembesar dari luar daerah. 
  Tari Rangguk

Tari Massal

          Adapun perlengkapan acara meliputi taruk berukuran besar, umbul-umbul atau bendera berwarna-warni disekitar tempat upacara, bendera merah putih berbentuk segitiga siku-siku berukuran besar (dalam bahasa daerah bendera ini disebut dengan karamtang). Karamtang ini dipasang di tempat terbuka pada ketinggian mencapai 30 meter. Pada bagian puncaknya digantungkan tanduk kerbau. Bendera ini merupakan sebuah isyarat tentang adanya Kenduri Sko sekaligus menjadi undangan bagi masyarakat banyak untuk datang menghadiri upara yang sakral itu. Pakaian adat, keris, dan tongkat dipakai oleh para pemangku adat. Pakaian lita dan kulok, pedang untuk keperluan pencak silat, sesajian berupa beras kuning, kemenyan, dan adonan sirih nan sekapur – rokok nan sebatang, gong, gendang, dan rebana untuk keperluan kesenian daerah yang akan ditampilkan dalam rangkaian prosesi upacara. Adapun personal yang terlibat dalam prosesi upacara adat Kenduri Sko ini adalah, sebagai berikut:

  1. Seluruh pemangku adat (Depati-Ninik Mamak) yang ada dalam wilayah Depati Nan Bertujuh Kelurahan Koto Renah.
  2. Para calon (anak jantan) yang akan dinobatkan menjadi Depati dan Permanti yang baru.
          Supaya adat tetap dapat dilestarikan, maka calon pemangku adat yang akan dinobatkan harus memenuhi kriteria. Menurut salah seorang narasumber yang penulis wawancara, yaitu Bapak Arifin Rio, 56 tahun (mantan Kepala Desa Koto Renah sekaligus pemangku adat bergelar Rio Pemangku Luhah nan Telintoa), bahwa pemangku adat dipilih dari seseorang yang ada warisnya, yakni berkubur berpendam, bertampang berturai, adat bersendi alur – alur bersendi patut, patut bersendi dengan benar atau menurut  pepatah adat dikatakan:
1.    Simba ikou (orang yang ekonominya bagus)
2.     Tajeng taji (berani karena benar, berwibawa dan berwatak pemimpin)
3.    Nyarain kukouk (bijaksana, pandai menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat)
4.    Anak jantan dan anak batino dalam wilayah Koto Renah
5. Para undangan (pejabat pemerintah setempat)
keramtang

Pada saat penobatan gelar, seluruh calon Depati dan Ngabi memakai pakaian adat berwarna hitam dan berbenang emas. Di pinggang sebelah kanan diselipkan sebilah keris. Untuk calon Permanti dan Mangku juga memakai pakaian adat dan sebuah tongkat yang terbuat dari kayu pacat. Calon Depati baru dipanggil naik ke pentas secara bergantian lima orang, kemudian disebutkan namanya satu per satu sambil dibacakan Gelar Sko yang akan dijabatnya. Selesai penobatan, seluruh Depati, Ngabi, Permanti dan Mangku berdiri untuk diadakan pengambilan sumpah dengan membacakan Parbayo (sumpah). Sumpah itu benar-benar menjadi sikap, perilaku, dan pola pikir seorang pemimpin adat. Hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam setiap butir sumpah, di mana seorang Depati diharapkan tidak menggunting dalam lipatan atau mencari kesempatan dalam kesempitan. Kemudian tidak membuat fitnah dan hasutan, tidak bisa berbuat lain di mulut lain di hati. Tidak boleh menghadapi orang dari belakang dan diharapkan dapat menuntun para pemimpin adat agar tidak menghindar dari masalah sebab seorang pemimpin harus mampu menyelesaikan semua masalah yang dihadapi rakyatnya. Apabila Pemangku Adat melanggar sumpah itu atau tidak menjalankan tugas dan kewajibannya, maka akan dikutuk Sumpah Karang Satio nan Semangkok.
Ka dateh, ideak bapucok,
Ke atas tidak akan berpucuk,
ka bawoah ideak baurek,
ke bawah tidak akan berurat,
di tangoh-tangoh dijarum kumban,
tengah-tengah dijarum kumbang.

Padoi ditanang, ilalan nan tumboh,
Padi ditanam, ilalang yang tumbuh,
kunyaik ditanang puteh isoinyo.
kunyit ditanam putih isinya.

Ikang dipanggan, tinggalah tulan,
Ikan dipanggang tinggal tulang,
anak dipangkeu, munjadi bateu.
anak dipangku menjadi batu.


Pemberian gelar adat pada salah seorang Depati

         Para pemangku adat di atas panggung

Dari semua proses yang dilakukan dalam upacara Kenduri Sko—mulai persiapan hingga puncak acara—tampaklah nilai-nilai yang terkandung di dalam upacara ini. Upacara panen yang sarat dengan unsur kepercayaan, magis, adat, budaya, seni, serta hiburan ini telah menjadi tradisi turun-temurun oleh masyarakat di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Persiapan yang matang dan biaya yang besar menunjukkan loyalitas masyarakat dalam mempertahankan tradisi tersebut. Kesenian dan hiburan menampilkan ciri khas masyarakat yang kental dengan budaya lisan dan gerak tubuh. Hal ini terbukti dengan adanya berbalas pantun, pembacaan mantra, menyanyikan lagu daerah, serta tari-tarian kegembiraan sebagai wujud rasa syukur terhadap hasil panen. 

Penulis: Ria M. S.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar